Rabu, 23 November 2016

Artikel Pengelolaan Limbah Padat


Pendahuluan
Di Indonesia, masalah pengelolaan limbah yang berasal dari asal eksploitasi sumber sumberdaya mineral maupun industri pertambangan belum di laksanakan secara bertanggung jawab. Di Sumatra, Kalimantan, dan Papua kerusakan lingkungan yang di akibatkan dari eksploitasi sumber daya mineral oleh perusahaan pertambangan telah membuat banyak wilayah tercemar oleh limbah bahan galian yang tidak di perlukan serta limbah yang berasal dari proses ekstasi mineral yang menggunakan bahan–bahan kimia berbahaya.
Permasalahan pengolaan limbah dan kerusakan lingkungan juga terjadi dalam eksploitasi sumber daya hutan yang di lakukan oleh perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) maupun industri bubur kertas. Kerusakan dan degradasi lingkungsn yang terjadi akibat eksploitasi sumber daya hutan yang pengawasannya terlalu lemah telah mengakibatkan banyak hutan tropis di Indonesia telah rusak dan hal ini berdampak pula pada kerusakan sistem hidrologi air tanah, struktur tanah, ekosistem dan kerusakan habitat fauna dan flora.

Limbah Padat dan Sanitasi Lingkungan
            Limbah padat yang di hasilkan oleh kegiatan industri, rumah tangga di perkotaan dan limbah pertanian saat ini menjadi masalah yang serius dan harus di tangani oleh pemerintah kota maupun oleh masyarakat itu sendiri. Masalah penanganan limbah padat (sampah) di perkotaan telah membuat Dinas Kebersihan Kota semakin kewalahan di dalam menangani dan mengelola sampah. Dengan jumlah volume sampah yang sangat besar tentunya akan menimbulkan problem tersendiri bagi Dinas Kebersihan di dalam pengelolaannya, baik dalam pengambilan dan pengumpulan sampah dari setiap lokasi pembuangan yang tersebar di seluruh wilayah serta masalah dalam pembuangan dan pengolaan di lokasi Tempat Pembuanagan Akhir (TPA).

Metode Pengolaan Limbah Padat
            Ada beberapa metode dalam pengolahan limbah padat yaitu dengan memakai metode landfills (pengukuran), recycling (daur ulang), composting (pengomposan), incineration (penempatan bahan limbah), dan Maine disposal (membuang ke dasar laut). Jenis yang umum di pakai dalam pengolahan limbah padat adalah dengan pengurukan secara Open Dump limbah di tumpuk sedikit demi sedikit untuk mengendalikan polusi atau estetika. Limbah di tempatkan sedemikian rupa sehingga tidak tersentuh atau dengan cara di bakar. Jenis pengolahan limbah secara Open Dump dapat menjadi sumber polusi kesehatan, bencana dan degradasi lingkungan. Oleh karena itu harus di tinggalkan dengan metode yang lebih baik serta menjadi acuan adalah metode sanitary landfill.
            Sanitary landfill adalah suatu metode pengolahan dan penempatan bahan limbah di atas tanah dengan cara mengemasnya menjadi bagian-bagian kecil yang kemudian di tutup dengan suatu lapisan tanah penutup setiap hari. Pemadatan dan penutupan lapisan di tanah di lakukan dengan menggunakan buldoser atau alat-alat berat. Limbah padat di tempatkan pada tempat yang telah di sediakan kemudian di padatkan atau di bakar agar supaya volume limbahnya menjadi kecil sehingga lokasi pembuangan limbah bisa berumur lebih panjang. Keuntungan metode ini adalah bekas lokasi tempat pengolahan limbah yang telah di tutup dapat di jadikan sebagai lapangan golf. Berikut adalah jenis kategori limbah padat berdasarkan hasil dari J. Cornelius dan L.A Burch (1968):
I. Perkotaan:
·         Limbah yang berasal dari rumah tangga
·         Limbah yang berasal dari areal bisnis dan perdagangan
·         Limbah yang berasal dari areal khusus
II. Industri:
  • Limbah yang berasal dari pertambangan dan pemprosesan mineral
  • Limbah yang berasal dari manufaktular
  • Limbah yang berasal dari cannery
  • Limbah yang berasal dari industri petrokimia dan pengilingan minyak bumi
  • Limbah yang berasal dari pemrosesan makanan (pengemasan daging, buah-buah, dsb).
III. Pertanian:
  • Limbah yang berasal dari peternakan
  • Limbah tanaman buah-buahan dan kacang-kacangan
  • Limbah yang berasal dari hasil panen tanaman
1. Metode pengolahan
            Sanitary landfill melibatkan pekerjaan pemisahan (spreading), kompaksi (compacting), dan menutup atau menimbulkan lubang (covering the fill). Ada dua metode umum Yat di pakai yaitu: area sanitary landfill dan trench sanitary landfill. Pada metode area sanitary landfill, limbah padat di tempatkan di atas lahan dan buldoser berfungsi meratakan dan memadatkan limbah tersebut kemudian limbah di tutupi dengan satu lapisan tanah yang kemudian di padatkan. Di tempat-tempat yang berfologinya berbentuk lembah metode ini di lakukan dengan cara tanah penutup di ambil dari sekitar lerengnya. Pada metode trench sanitary landfill, Suu paritan di buat di atas permukaan tanah dan limbah padat di tempatkan di dalamnya. Limbah padat di ratakan menjadi lapisan-lapisan tipis, kemudian di padatkan dan di tutup dengan tanah yang berasal dari hasil galian. Metode trench sanitary landfill lebih baik di banding dengan metode area sanitary landfill, terlebih-lebih bila muka air tanah berada jauh dari permukaan tanah.
2. Potensi pencemaran
            Sanitary landfill dapat menyebabkan polusi baik yang berupa solid pollution, liquid pollution, gas pollution, biological pollution, dan visual pollution.
·         Solid pollution adalah polusi yang terjadi sebagai akibat dari material limbah padat yang tersingkap secara luas sebagai akibat dari tiupan angin yang sangat kencang atau karena terkikis oleh hujam badai dan terjadinya endapan debris yang di endapkan dekat dengan muka air tanah.
·         Liquid pollution, polusi yang terjadi akibat air hujan yang masuk ke dalam material limbah padat dan mengalami pencampuran bahan-bahan yang berasal dari limbah ke dalam badan air yang kemudian di bawa ke dalam air bawah tanah atau air permukaan. Air yang tercampur oleh material limbah padat di sebut leaching.
·         Gas pollution merupakan hasil pembentukan gas yang berasal dari limbah padat dan gas Carbon Dioksida yang berpindah ke arah bagian bawah menyebabkan polusi air tanah.
·         ,Biological pollution penyakit yang di bawah oleh hewan insektisida kerena pengelolaan TPA yang tidak sempurna.
·         Visual pollution terjadi terutama pada pengolahan limbah dengan sistem Open damp yang tidak sempurna sehingga pemandangan majasi terkesan jorok.
3. Penentuan lokasi sanitary landfill (TPA) dan problem lingkungan
            Penentuan lokasi sanitary landfill harus mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan yang seminimal mungkin. Berikut ini beberapa batasan penentuan lokasi sanitary landfill:
  • Pertimbangan operasional
Ketersediaan lahan yang cukup luas untuk menampung limbah sesuai dengan rencana waktu operasional TPA. Menyiapkan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan zonasi TPA serta harus di konfirmasi kepada pemerintah kota atau pemerintah daerah. Akses jalan kendaraan truk menuju lokasi TPA harus tersedia dan ekonomis.
  • Pertimbangan ekologi
Kebanyakan lokasi TPA yang di pakai adalah lahan-lahan hasil konversi dari lahan gambut atau lahan rawa yang tidak produktif (lahan marginal) dan tidak dapat di manfaatkan untuk pemukiman. Akan tetapi banyak tanah marginal seperti rawa dan lahan gambut sebagai tempat yang sangat bernilai untuk preservasi flora dan fauna. Oleh karena itu setiap lahan yang akan di pakai sebagai lokasi TPA terlebih dahulu harus di evaluasi.
  • Pertimbangan topografi, geologi dan hidrologi:
Penentuan topografi (morfologi) untuk suatu lokasi TPA harus mempertimbangkan drainase, seperti ravine, gully yang dapat berpotensi terhadap erosi, longsor banjir serta harus melihat seberapa dalam leaching dari limbah yang masuk ke dalam tanah dan seberapa dalam muka air tanah yang ada pada lokasi sehingga leaching limbah tidak masuk ke dalam badan air tanah atau air permukaan. Ketersediaan dan material atau tanah penutup sangatlah penting. Material langau-pasiran mudah dalam pengerjaannya akan tetapi jenis material ini porositasnya baik terhadap air hujan.
Lokasi TPA harus berada di atas muka air tanah. Di daerah yang beriklim tropis di mana potensi leaching sangat besar maka hidrologi bawah tanahnya harus di teliti terlebih dahulu untuk menghindarkan pencemaran air tanah yang berasal dari hasil leaching. Jika ternyata leaching dapat mencapai suatu aliran atau aquifer, maka kualitas air tanah harus di teliti. leaching dapat di kurangi dengan cara membuat surface runoff untuk mengalirkan leaching dengan memaki material penutup yang bersifat impermeable. Penanaman tumbuhan di Ata tanah penutup akan mengurangi volume leaching. Pertimbangan untuk lokasi TPA yang paling aman adalah bebas erosi, di landasi dengan batu-batuan yang tidak terbawa air, dan jauh dari surface Water.

Klasifikasi Kualitas Air di Tempat Lokasi Pembuangan Limbah (TPA)
            Klasifikasi lokasi pembuangan limbah (TPA) di dasarkan atas kenyataan dari karakter fisik suatu lokasi TPA dapat mengendalikan jenis-jenis limbah apa saja yang aman dan tidak mencemari air tanah. Terdapat 3 kategori kelas lokasi tempat pembuangan limbah (TPA) yang umum dan di kenal, yaitu:
  • Kategori 1: Lokasi pembuangan yang berada di atas batuan kedap air atau pada batuan yang terisolasi dari air bawah tanah. Letaknya harus berada lebih dari 150m dari air permukaan yang terdekat serta memiliki fasilitas yang menyediakan saluran pemisah di sekitar lokasi TPA. Kecuali untuk material limbah radioaktif tidak ada pengecualian baik jenis material limbah padat ataupun limbah cair harus di tanam.
  • Kategori 2: Lokasi pembuangan di tutup oleh lapisan usable, confined atau bebas dari air bawah tanah Diana elevasi terendah dari lokasi TPA minimal 60cm di atas tinggi maksimal dari muka air tanah. Penentuan tinggi maksimal antara lokasi TPA dengan tinggi muka air bawah tanah di tentukan dengan cara pemboran dan di kaji berdasarkan kasus demi kasus. Air permukaan terdekat harus di alihkan ke lokasi seperti pada kelas 1 dimana discharge ke air permukaan tidak boleh terjadi.
  • Kategori 3: Lokasi pembuangan yang tidak memiliki proteksi terhadap lapisan yang yang berada di bawahnya atau berdekatan dengan badan air. Hanya limbah yang tidak larut air dan tidak tedekomposisi yang dapat di tempatkan pada lokasi tersebut.


Noor Djauhari. Geologi Lingkungan. Graha Ilmu. Yogyakarta: 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar